Kamis, 01 November 2012

SAJAK ANAK-ANAK


SAJAK ANAK-ANAK
Mari kawan mari bersajak
Bermain kata
Hapus dukalara
Songsong bahagia
          Kita anak-anak
          Bernyanyi bersama
          Dengan kata
          Dengan kalimat indah
Mari kawan mari menulis sajak
Esok bukanlah kelak
Namun di rancang
Hari ini juga
          Kita anak-anak bergembira
          Dengan kata kita menyanyi
          Berpuisi menggoda langit tinggi
          Tertawa di bawah awan
Mari kawan mari membaca sajak
Sambil menunggu makanan dimasak
Biar didengar emak dan bapak
Tentu mereka bangga sangat
KEJAR LEBAH
Lebah di taman
Asik mereka menuai madu
Rajin dan cekatan
Bawa pulang untuk anak yang menunggu
          Lebah, bilamana banyak madumu
          Kami anak-anak juga mau
          Untuk pertumbuhan
          Untuk perkembangan
Lebah, jangan sengat kami
Kami taklah menganggu
Hanya mengaggum
Engkau rajin sekali
          Lebah, janganlah ragu
          Di rumah kami buatlah sarangmu
          Gula akan kutaruh
          Ambillah sesukamu

         


SEMUT
Semut-semut jangan marah
Kaki kami menginjak sarangmu tak sengaja
Karna kau kecil, melihat kami tak dapat
Supaya aman buatlah di tempat aman
          Semut-semut kalian kompak
          Berbaris rapi
          Rajin lagi
          Apakah kalian memiliki anak?
Semut-semut hidup dalam tanah
Selalu bersama
Tidak saling merampas
Masing-masing mengerjakan tugas
          Semut-semut yang tak malas
          Apakah kalian sekolah
          Adakah yang miskin dan kaya
          Serupakah kalian dengan manusia
Kami sering disuruh belajar pada kalian
Tentang kebersamaan dan kerajinan
Kami kadang egois
Maunya semua untuk sendiri
HUTAN
Kami punya perasaan
Kami punya malu
Saat kamu menebang
Kami menjadi gundul
          Kami punya perasaan
          Kami punya malu
          Lihat perbuatan kalian
          Air masuk ke bumi kian menjauh
Boleh tebang tapi tanam
Boleh ambil tapi adil
Jangan tamak
Demi orang banyak








Sampah

Botol plastik kemasan permen
Bergelimang di halaman
Racun rumput larut
Dibawah air hujan ke mata-mata air
          Anak lahir penuh benjolan
          Menyusu pada ibu yang mengidap
Pencemaran
         

Buang

Buang

[Oleh Iswan Sual]

langit kelabu
angin sepoi
tapi teruna ini tak sedikitpun sendu
langkahnya pun tak gontai
aku cemburu pada langit
selalu pas mengungkap sukma
tak seperti aku
yang kadang munafik demi jaga perasaan orang
pantai berdebur
perasaanku campur aduk
nurani tak tentu
kepada siapa mesti mengadu
ah itu hanya rasamu saja!
teruna ini menegur
katanya, 'simpan saja semua lara'
'atau, buang saja ke sumur'
akupun insaf
cepatcepat kurapihkan rambut
kubulatkan tekad
mestinya aku tahu sedari mula

Tahuna, 30/10/2012

Mengenang Silam


Mengenang Silam
terbesit goda kembali merangkul silam
mengenang tentang jaya
namun, kata mereka itu tak bijak
lain kini lain juga lampau

kuteruskan langkah
meraba-raba
biarlah mayapada yang bersabda
kemana jiwa mau berada

Tataaran, 3 Agustus 2012

Rabu, 31 Oktober 2012

(Senin Kelabu)



Buku Kumpulan Puisi  

(Senin Kelabu)

karya Iswan Sual































Bermain Bola

Ajaklah  aku bermain bola teman
Ku ingin menendang
Walau hanya sekali menembus gawang
Ayolah teman beri aku kesempatan

          Sungguh aku irih melihat kalian
          Berlari-lari dalam girang
          Berpacu larut dalam juang
          Ayolah teman beri aku peluang

Dari kecil main bola tlah jadi idaman
Ingin sekali menggiring
Menirukan si Bambang
Ayolah kawan ajaklah aku kapan-kapan

          Suatu saat nanti kau keheranan
          Saksikanku di tengah lapangan
          Janjiku slalu ku pegang
          Ayolah kawan ini demi masa depan
Di lapangan belakang
Main bola telah dilarang
Katanya akan berdiri gedongan
Tempat inap penggelap uang

















Ilmu Pengetahuan

Selamat pagi dunia
Tiada hal yang lebih indah
Dari membenam diri dalam lautan ilmu
Menyentuh karang-karang runyam
          Memandangi bilangan ikan-ikan
          Menyalin dalam pencahan-pecahan
          Membaginya menjadi bermacam-macam
          Memperoleh hasil yang seimbang
Dalam dunia itu pandang melapang
Rasa menjadi dalam
Menembus mega
Menggoda angkasa
          Terjelajah sungai panjang
          Menyusup mikroorganisme
          Terpaham hubungan-hubungan
          Mengurai simbiosis mutualisme
Dunia ini sungguh jelita
Kian dalam ku selam tahulah tentang realita
Ia membuat aku menolak Tuhan
Juga membuat kagum pada pencipta
          Pesannya:
“Aku berteriak-teriak di lorong-lorong di muka umum pula.Barangsiapa mencariku mereka tak mudah tertipu.”


















Nilai-Nilai Telah Wafat

Nilai-nilai telah pergi
Mengembara mencari-cari
Jiwa-jiwa sejati
Tinggalkan raga yang telah mati
          Kita tak ubahnya mumi
          Namun ingin hidup lagi

Dulu, begitu mesra nilai-nilai membelai
Dimanjanya kita di atas ayunan damai
Bercanda kita beramai-ramai
Nilai berdandan gagah nampak seperti mempelai
          Kita seumpama malaikat
          Terbang dengan sayap-sayap

Nilai-nilai hilang tak berjejak
Barangkali dia telah wafat
Terperangkat oleh bangsat
Mungkin juga ia tlah terangkat
Nilai-nilai, maukah kau kembali?
Kita mulai dari awal
Ku ingin kau jadi perisai
Saat aku hampir lunglai


















Kepada Leluhur Kami

Leluhur yang telah tiada
Masihkah engkau bertanya
Apa kami tetap pertahankan adat
Merancang esok nan bahagia?
          Leluhur yang di sana
          Tahukah engkau kalau turunanmu
          Kini menjual tubuh sampai ke negeri jauh
          Korbankan nurani demi mobil baru?
Leluhur yang telah tiada
Ku rindu masa-masa dulu
Hilang nyawa tak jadi soal
Asal kita tak dipermainkan malu
          Leluhur yang di sana
          Manis dikenang waktu kita disebut alifuru
          Tapi kita terapkan Mapalus
          Tewaspun tak apa yang penting kita bersatu
Leluhur kami Toar dan Lumimuut
Sekiranya boleh jenguk kami sekali-kali
Pun hanya dalam mimpi
Kami pasti berani berdiri
          Leluhur kami Toar dan Lumimuut
          Ingatkan kami supaya tidak korupsi
          Jauhkan kami dari selisih
          Ikatlah kami dengan tali suci
Biarlah kami seperti Manguni
Orang Minahasa sejati














Kita Buat Anak-Anak Kita Bangga

Wahai orang muda
Kita ini pemegang tongkat estafet
Pewaris kebudayaan penerus kebanggaan
Di tangan kita, itu semua tercatat
Kita cipta sejarah
Kita buat anak-anak kita bangga
Wahai orang muda
Kita ini lascar pembela
Pelindung yang lemah penjaga martabat
Di tangan kita, itu semua terpahat
Kita harumkan bangsa
Kita buat anak-anak kita bangga
Wahai pemuda
Pantang kita menyerah pantang kita khianat
Berkobarlah semangat kita rangkul jiwa-jiwa
Di tangan kita, itu semua tersurat
Kita lawan penjajah
Kita buat anak-anak kita bangga
Wahai pemuda
Pantang kita lengah pantang kita kalah
Dobraklah dinding kebodohan
Masukilah dunia pengetahuan
Di tangan kita, itu semua termaktub
Kita bangun dunia
Kita buat anak-anak kita bangga















Di kamar ini

Di kamar ini aku bermimpi
Tentang hari depan nan penuh misteri
Hari depan tersembunyi
Tersingkap oleh imajinasi

Walau tak tertata
Dari sini aku mulai berharap
Sendirian tertawa-tawa
Menengok dunia nyata
Di kamar ini ku gores tinta
Mencipta karya nan indah
Bukan karna ingin kaya
Hanya demi idealism semata

Walau di mana-mana debu
Dari sini ku lepas semua pilu
Memetik masa lalu
Memanennya saat matang penuh
Di kamar ini ku lepas penat
Menghempas kabut pekat
Menekuni kitab berbab-bab
Agar dengan-Nya aku dekat

Kamar ini adalah alasan
Tempatku membangun harapan
Merancang angan
Tuk menggapai bintang-bintang












Kekasih Hatiku

Sendirian aku di sini
Merenung dan mengenang
Kebersamaan yang pernah tercipta
Terucap dari bibir “Oh sungguh indah”
Rindu padamu seumpama
Rindu ombak akan pantai
Ingin bertemu
Saling mencumbu
Kekasih hatiku
Hadirlah dalam mimpiku
Biar semua insan cemburu
Jelajah laut biru
Engkau laksana embun
Tiap waktu memberi sejuk
Engkau laksana api
Memberi hangat dalam dingin
Kekasih hatiku
Dalam dekapmu aku tentram
Dalam pelukmu aku nyaman
Tak ingin aku semua ini berlalu
Jadilah kekasihku sepanjang waktu
Menerangi gelap hari-hariku
Jadilah nafasku dalam paru-paru
Hingga aku terus hidup
Aku kan menjelma matari
Dikalau kau benih baru
Menjelma jadi air
Menyiramimu
Supaya kau tak pernah mati
Aku kan berubah madu
Ketika kau lahir s’bagai kupu-kupu
Kekasih hatiku
Cintamu janganlah berlalu





Sinonsayang

Saat jendela kamar terbuka
Pagi-pagi kepadamu kukirim
Kekaguman
Dalam hati kataku
“Keberadaanmu adalah bukti adanya Dia. Tak mungkin keteraturan dan kesemrawutan ini adalah kebetulan.”













Menunggu

Waktu takkan terasa berlalu
Bila takdirku adalah menunggumu
Menunggumu hingga kau mau
          Terpisah jauh taklah mengapa
          Asal di sana kau tetap setia
          Setia pada cinta
          Demi hari depan kita
Bagiku,
singkat dan panjangnya waktu
Jikalau cinta s’mua itu tak ada pengaruh








2012

2012, tahun kiamat
Itulah tutur orang tak berkhimat
Bikin kita tersesat
Berdiam diri. Berhenti berupaya
          2012, tahun rahmat
          Seperti itulah kita berharap
          Agar selamat
          Berjingkrak-jingkrak gembira dalam bahagia
2012, masih rahasia
Rancanglah cita-cita untuk nusa bangsa
Isi hari-hari dengan rupa-rupa karya
Semoga hari tua terhindar sengsara
          2012, tahun naga menurut almanak Cina
          Cintailah alam jauhkan bencana
          Tanamlah pohon berjuta-juta
          Di hari depan kita bernafas lega


Ibu

Ibu,
Belum lama aku terlelap
Engkau telah terjaga
Menolak datangnya surya
Cukupkah engkau tidur?
Ibu,
Semua yang kau masak
Dilahap kami khatam hilang jejak
Perut jadi buncit badan bertenaga
Cukupkah engkau makan?
Ibu,
Aku masih bujangan
Masih numpang
Pakaian engkau yang cucikan
Tidak beratkah kau terbeban?
Ibu,
Harga sembako kian membumbung
Tariff dasar listrik laksana gunung
Anak  perempuanmu masih sekolah
Tapi telah bunting
Tidak inginkah kau merintih?

















Dengan Membaca

Dengan membaca
Aku bisa berkelana
Mengunjungi pantai Kuta
Menyentuh lekuk-lekuk eksotis Borobudur
Memanjat patung Liberti di Amerika
Dengan membaca
Aku mencicipi spageti
Meneguk anggur terbaik Eropa
Membeli pakaian kelas atas di Paris
Melihat para sineas beraksi di Hollywood
Dengan membaca
Aku bisa membuang abu di sungai Gangga
Mendaki  hingga puncak Himalaya
Berenang puas di Antartika
Bertemu Leon Trotsky di Rusia
Dengan membaca
Aku pura-pura tersesat dalam hutan Amazon
Bersenandung di ujung Zion
Bergabung dalam tim Indiana Jones
Mencari benda magis
 Dan menemu harta karun
Dengan membaca
Aku mengecap singkat panas api neraka
Bermanja pada pangkuan Tuhan di surga














Kesendirian

Tak ada lawan bicara
Waktu berjalan terus
Muncul rasa bosan
Hanya berteman kebisuan
Mulut berkarat terasa pahit
Telinga berdesing dalam senyap
Mata membelalak
Melihat langit-langit
Tak tahu apa dibuat
Mencoba menyelidik
Buku ber-rak-rak
Tak satupun menarik minat
Aha! Baiknya ku tulis sajak
Sajak mengusik hati nan penat
Sajak mengobati kerinduan
Sajak mengusir kesendirian


Tunggu Aku Sayang

Layar telah terkembang sayang
Tak tahu kapanku pulang
Sapu tanganku tetaplah kau simpan
Biarlah itu jadi kenangan
Iringlah aku denga harapan
Hentarlah dengan senyuman
Agar aku sampai tujuan
Agar terkejar semua impian dan angan
Sabarlah sayang
Tunggu aku pulang
Hatimu jangan kau lunturkan
Ingatlah juangku di perantauan
Pandanglah bulan saat malam
Bicaralah pada bintang-bintang
Kukirim mereka padamu jadi teman
supaya kau riang walau sendirian


Pujian perawan

Aku tersanjung hari ini kawan
Katanya puisiku membuah kesan
Menyentuhnya ke dalam
Serasa terbang aku hingga awan
Tak terkata isi hati ini kawan
Katanya puisiku buat dia tertawan
Duhai kawan! Ia itu elok rupawan
Insan mana tak tenggelam
Marilah saksikan kawan
Ikutlah aku bertemu si perawan
Biarlah kau lihat si jelita tak ada tandingan
Biar kau lihat ku beri dia cincin tunangan
Ayolah kawan
Kelak ke cucu-cucu kau ceritakan
Tentang juang
Pemuda yang tak lekang


Untung Ada Dia


Melihat mereka,
Nafasku tak menentu
Dalam hati berseru-seru
Berharap beroleh petunjuk
Aku jatuh lemas tertunduk
Kalau hari ini begini,
Bagaimana nanti?

Serasa ku tak kuat lagi
Mereka tentu tertawa bila aku pergi

Untung ada dia
Dia buatku lupa smua lara
Walau tak tak berlangsung lama
Dia seumpama oase di tengah gurun
Memberi kelegaan saat hujan tak pernah turun

Untung ada dia
Walau tersiksa dalam neraka
Dikirimnya aku bunga
Demi melihatku tersenyum dan tertawa
















Sajak Untuk Pahlawan Tanpa Tanda Jasa
(untuk alm. Jetje Rawung)

Tadi malam aku terhenyak dengar kabar
Tentang kelam yang datang
Lonceng berdentang
melingkupi desa
“Ibu guru kita telah berpulang ke alam baka.”
          Padahal kemarin engkau masih lincah
          Menari-nari di depan siswa
          Menuangkan makna-makna indah
tentang cita untuk bangsa
kini kau t’lah tiada, pahlawan tanpa tanda jasa
Ibu guru, kenapa begitu lekas?
Kecewakah engkau karena kami tak menjadi
Seperti yang kau harap?
Sedihkah engkau karena didikkanmu
Tak jadi nyata dalam tiap langkah?
          Sungguh, di kala engkau mengajariku baca
          Agar kelak aku bisa melalangbuana
          Jauh-jauh menembus cakrawala
Sungguh, ketika engkau bercerita
Tentang Amerika, Eropa, negeri-negeri nun jauh di sana
Engkau berkata,
“Kejar impianmu, nak.
Kejar impianmu sampai ujung bumi.”
Dan engkau benar
Engkaulah guruku yang tak pernah berdusta
Bahkan demi kami kau mau menderita
          Ibu guru, lihat! Lihat! Langit pun mendung
          Tak rela kau pergi menghilang di awan-awan
          Langit pun ingin diajar bagaimana membaca
          Menulis, bersikap jujur,
menjadi panutan dalam tindak dan tutur
Puluhan tahun keringatmu mengalir
Tapi tak satu pun kami sadar
Tak terkira peluh-peluh terkuras habis
Tak satu pun kami insaf
          Ibu guru, melihatmu terbujur kaku
          Seakan harapan kami ikut pupus
          Berat rasanya kami ditinggal
          Berat rasanya menerima kenyataan
Kaulah yang mengajarku menghitung
Menghitung bintang gemintang di angkasa
Kini kutahu kenapa
Kenapa aku mesti menghitung benda langit
Yang antah berantah berapa jumlahya
          Kau ingin kami menjadi bijaksana
          Laksana Ganesa tak surut meski telah rentah
          Kau ingin kami bahagia
          Sebahagia orang yang sejatinya bahagia
Kini kau telah tiada
Yang tinggal hanya pesona merona
Yang membekas hanya semangatmu yang tak patah
Tak lekang oleh waktu. Tak bisa punah
          Malu kami mengangkat muka
          Kami yang muda mengaku t’lah tua
          Kami yang masih bau kencur
          Merasa sudah usur berumur
Ibu guru, jasadmu akan terkubur
Tetapi semangat juangmu dalam sanubari
Takkan pernah luntur
Meski waktu terus gugur
          Dalam hati terukir dengan tinta emas
          “Di kampung kami, pernah hidup seorang wanita
yang tegas,
          Yang selalu bekerja keras.”
Ibu guru, jasamu tak sanggup kami balas
Hanya harap kami kirimkan ke atas
Selamat jalan ibu
Ingatlah kami bila olehNya kau telah dipangku









Senin Kelabu
(untuk alm. Jetje Rawung)

Senyum dan tawa terlukis indah
Pada wajah wanita yang tak lagi muda
Saban hari bercita menata bangsa
Mengirim harap menembus mega
          Siapakah dia?
          Masihkah ada orang seperti itu?
Bukan sedikit peluh yang tercurah
Tenaga yang terkuras
Otak berkali-kali diperas
Hingga reyot melemas
          Siapakah dia?
          Masih adakah orang begitu?
“Nak, belajarlah tak kenal waktu,
Terbanglah ke tempat yang kau tuju
Raih bintang gemintang
Sehingga tidak enteng kau dipandang.”
          Kata-kata siapakah itu?
          Masih adakah orang yang bicara begitu?
Lihat, siapa yang telah
Terbujur kaku disana?
Dalam diam dia bicara
Ingatkan kita tentang cita tuk nusa
          Lihat! Dia telah berhenti berdendang
          Tidak lagi menari atau menulis satu iota pun pada papan
          Padahal semua itu masih kami rindukan
          Semua itu telah hilang
ditelan menjelang Senin malam
Lihat! Lihat! Langit itu mendung
Perlambang dia juga kehilangan
Kehilangan bintang gemintang gemerlapan
Namun oleh kita sebelah mata dipandang
          Ibu guru, kepada yang kuasa
          Telah kukirimkan pesan
          “Jemputlah sang bintang tak berpantang,
          Belailah dia di atas pangkuan.”
Ibu guru, selamat jalan
Kepergianmu telah terbungkus kasih Tuhan
Semangat juangmu kan selalu kami kenang
Sebab bekal-bekalmu telah dikandung badan
          Selamat jalan ibu guru
          Inilah kami hendak mengantarmu
          Pergilah kau dengan iringan merdu
          Damailah selalu di tempat yang kau tuju